Pulo Geulis Menyimpan Tinggalan Budaya Masa Belanda dan Tionghoa

BOGORnews,== Kampung Pulo Geulis Kelurahan Babakan Pasar Kecamatan Bogor Tengah, merupakan salah satu  dari Kawasan di Kota Bogor yang memiliki aset wisata paduan antara Budaya Tionghoa dan Kolonial Belanda.  Polo Geulis semula memiliki nama yang sangat puitis, Parakan Baranangsiang,  namun telah berganti menjadi Pulo Geulis artinya Pulo nan cantik.
    
Berdasarkan penelusuran ke lapangan yang dilakukan Rachmat Iskandar salah satu nara sumber Tim Rippda (Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah) Kota Bogor,  Pulo Geulis selain terkenal dengan Vihara Mahabrahma yang telah ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bogor,  di Kawasan Pulo Geulis dan Babakan Pasar banyak ditemukan tinggalan budaya Belanda, berupa arsitektur bergaya neo Classic, art deco, dan modern tropis.  
    
Bekas hotel Pasar Baroe misalnya, yang bergaya neo Classic berikut sebuah bangunan rumah tinggal mewah yang dikenal dengan  nama Landhuisen yang juga bergaya neo Classic.
    
Hotel Pasar Baroe dan bangunan rumah tinggal tersebut terletak di belakang Pasar Bogor.  Kondisi  bangunan Hotel Pasar Baroe kondisinya sangat  memprihatinkan.  “ Bangunan itu sudah tidak terurus, dan kumuh, “ kata Rachmat.
    
Selain itu, terdapat juga bangunan yang bergaya art deco. Ciri-cirinya adalah bangunan yang diberhiasan (dekoratif) dalam bentuk alur-alur beton, kotak – kotak kaca dan berlantai dengan motif arabesca.
    
Rachmat memaparkan, di Kawasan Pulo Geulis juga masih ditemukan bangunan bekas gedung teh, pagar dari rel kereta api yang dibuat tahun 1868. Sedangkan dalam kaitannya dengan budaya Tionghoa, menurut Rachmat ditemukan makam leluhur alm Masagung pemilik penerbit  toko  buku Gunung Agung. Makam tersebut terletak di belakang SD tidak jauh dari Puskesmas Belong Babakan Pasar.
    
Tak hanya itu,  lanjut Rachmat, juga ditemukan perlengkapan untuk membuat tahu tradisional berupa alat penggilingan kedelai yang terbuat dari batu Selain itu ada alat tumbuk dari batu, kolam ikan dari batu milik salah seorang tokoh Pulo Geulis bernama Bram. Di Pulo Geulis juga terdapat sebuah bangunan sosial yang berfungsi membantu warga miskin dalam Mulasara Jenazah (Pengurusan jenazah-red).   

Diatas bagian depan bangunan tersebut masih tercantum huruf Fons Untuk Orang Miskin 1930. “Bangunan ini bergaya Kolonial Belanda yang masih difungsikan untuk untuk kegiatan amal dan sosial. “ ujar Rachmat.    
    
Disamping itu juga ada Gardu Listrik  dan Pos Jaga peninggalan Belanda yang lokasinya di Jalan Roda.    “Sayangnya angunan Pos Jaga telah beralih fungsi menjadi tempat berjualan asinan, “ kata Rachmat.
    
Menariknya lagi,  kata Rachmat,  mayoritas warga Pulo Geulis memiliki keahlian membuat emping jengkol.  Alat untuk membuat emping jengkol tersebut menggunakan alat tumbuk dari bahan batu berbentuk bulat yang diambil dari sungai Ciluwung.   “Masyarakat Pulo Geulis menyebutnya alat tersebut batu emping.  Hasil produk mereka dijual ke para pedagang soto di kawasan Suryakencana, “pungkasnya. (redaksi)

Teks Foto : Bangunan Kumuh Bekas Hotel Pasar Baroe di kawasab Babakan Pasar Bogor Tengah
   

Leave a Comment