Ary lebih memilih menjadi pedagang keliling mengunjungi berbagai keramaian dan membuka lapak sederhana di trotoar jalan, dengan berpanas-panasan meskipun petugas Satpol PP kerap mengusirnya.
Ary termasuk sosok lain warga Kota Bogor yang meramaikan peringatan Hari Jadi Bogor (HJB) ke 532 di bekas Kota Pakuan Pajajaran, Selasa 3 Juni lalu. Dia sudah menggelar dagangannya di trotoar depan komplek perbankan di Jalan Juanda, sebelah Balaikota Bogor.
Naluri bisnisnya memang berjalan amat baik, karena hari itu memang puncak peringatan HJB ke 532 yang akan menggelar Sidang Paripurna Istimewa.
Dia faham betul, di hari yang amat bersejarah bagi warga Bogor ini, semua orang ingin tampil Nyunda atau ngeBogor, pakai baju kampret, pangsi, totopong lengkap dengan pin kujangnya.
“Bahkan banyak juga yang membeli tas buatan Baduy ini.Lumayan lah lakunya, cukup banyak,”ujarnya semringah.
Untuk totopong (ikat kepala) ciri khas sunda yang sudah jadi Ary mematok harga antara Rp 30.00 hingga Rp 50.00, tergantung bahan yang digunakan, itupun masih bisa nego.
Karena pernah bekerja “di kantoran” cara dagangnyapun, terbilang modern, dia mengupdate, lokasi dan barang dagangannya di media sosial serta menggunakan etalase berjalan yakni, 3 orang ponakannya yang masih duduk di SD menggunakan pakaian lengkap Sunda. Cara ini terbilang effektif, karena lapaknya dijadikan komunikasi budaya.
“Kami sengaja mendatangi kang Ary, setelah tahu dia berdagang di mana, selain membeli keperluan untuk baju dan assesories juga ingin mengundang para seniman dan budayawan Bogor Sabtu depan akan membuka padepokan,” ungkap salah seorang pengunjung yang datang dari Cibinong Kabupaten Bogor. (redaksi/dhp)
Leave a Comment